BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam adalah sebuah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad
saw, Islam meyakini agama-agama terdahulu, bahkan keberadaan agama Kristen dan
agama Yahudi dibahas dalam kitab suci agama Islam, Islam menolak penuhanan
apapun selain daripada Allah. Bahkan Muhammad saw sekalipun menolak penuhanan
atas dirinya, sebagai agama terakhir di muka bumi maka Nabi Muhammad saw
dianggap sebagai Nabi yang terakhir pula. Itulah sebabnya apabila ada orang
yang mengaku menjadi nabi dan rasul setelah Nabi Muhammad saw maka akan segera
dikafirkan.
Secara etimologi dalam Bahasa Arab, kata Islam berasal dari
kata aslama yang berarti berserah diri, maksudnya menyerahkan diri
kepada Allah. Namun kemudian berserah diri tersebut dalam Al-Qur’an harus
diseimbangkan dengan perjuangan secara optimal.
Ada pula pandapat yang mengatakan bahwa Islam berasal dari
awal huruf setiap shalat wajib yaitu Isya, Subuh, Luhur (Dzuhur), Ashar dan
Maghrib. Selain shalat wajib juga dianjurkan shalat sunah pada waktu tertentu,
sedangkan shalat wajib menjadi salah satu rukun Islam itu sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Filsafat Islam
1. Apa itu Filsafat Islam
a. Apakah yang disebut Filsafat Islam?
Dalam buku Mulyadhi Kartanegara yang
berjudul Gerbang Kearifan, beliau mendiskusikan beberapa pandangan
sarjana tentang istilah filsafat Islam. Ada yang megatakan bahwa Islam tidak
pernah dan bisa memiliki filsafat yang independen. Adapun filsafat yang
dikembangkan oleh para filosof Muslim adalah pada dasarnya filsafat Yunani,
bukan filsafat Islam. Ada lagi yang mengatakan bahwa nama yang tepat untuk itu
adalah filsafat Muslim, karena yang terjadi adalah filsafat Yunani yang
kemudian dipelajari dan dikembangkan oleh para filosof Muslim.
Ada lagi yang mengatakan bahwa nama
yang lebih tepat adalah filsafat Arab, dengan alasan bahwa bahasa yang
digunakan dalam karya-karya filosofis mereka adalah bahasa Arab, sekalipun para
penulisnya banyak berasal dari Persia, dan namanama lainnya seperti filsafat
dalam dunia Islam.
Adapun beliau sendiri cenderung pada
sebutan filsafat Islam (Islamic philosophy), dengan setidaknya 3 alasan :
1.
Ketika filsafat Yunani diperkenalkan ke dunia Islam,
Islam telah mengembangkan sistem teologi yang menekankan keesaan Tuhan dan
syari’ah, yang menjadi pedoman bagi siapapun. Begitu dominannya Pandangan
tauhid dan syari’ah ini,sehingga tidak ada suatu sistem apapun, termasuk
filsafat, dapat diterima kecuali sesuai dengan ajaran pokok Islam tersebut
(tawhid) dan pandangan syari’ah yang bersandar pada ajaran tauhid. Oleh karena
itu ketika memperkenalkan filsafat Yunani ke dunia Islam, para filosof Muslim
selalu memperhatikan kecocokannya dengan pandangan fundamental Islam tersebut,
sehingga disadari atau tidak, telah terjadi “pengislaman” filsafat oleh para
filosof Muslim.
2.
Sebagai pemikir Islam, para filosof Muslim adealah
pemerhati flsafat asing yang kritis. Ketika dirasa ada kekurangan yang diderita
oleh filsafat Yunani, misalanya, maka tanpa ragu-ragu mereka mengeritiknya
secara mendasar. Misalnya, sekalipun Ibn Sina sering dikelompokkan sebagai
filosof Peripatetik, namun ia tak segan-segan mengertik pandangan Aristoteles,
kalau dirasa tidak cocok dan 1menggantikannnya dengan yang lebih baik. Beberapa
tokoh lainnya seperti Suhrawardi, Umar b. Sahlan al-Sawi dan Ibn Taymiyyah, juga
mengeriktik sistem logika Aristotetles. Sementara al-‘Amiri mengeritik dengan
pedas pandangan Empedokles tentang jiwa, karena dianggap tidak sesuai dengan
pandangan Islam.
3. Adanya
perkembangan yang unik dalam filsafat islam, akibat dari interaksi antara
Islam, sebagai agama, dan filsafat Yunani. Akibatnya para filosof Muslim telah
mengembangkan beberapa isu filsfat yang tidak pernah dikembangkan oleh para
filosof Yunani sebelumnya, seperti filsafat kenabian, mikraj dsb.
b. Lingkup Filsafat Islam
Berbeda dengan lingkup filsafat
modern, filsafat Islam, sebagaimana yang telah dikembangkan para filosof
agungnya, meliputi bidang-bidang yang sangat luas, seperti logika, fisika,
matematika dan metafisika yang berada di puncaknya. Seorang filosof tidak akan
dikatakan filosof, kalau tidak menguasai seluruh cabang-cabang filosofis yang
luas ini.
c. Pandangan Filsafat yang Holistik
Satu hal lagi yang perlu
didiskusikan dalam mengenal filsafat Islam ini adalah pandangannya yang
bersifat integral-holistik.Integrasi ini, sebagaimana yang telah saya jelaskan
dalam karya saya yang lain Integrasi Ilmu: Sebuah Rekonstruksi Holistik, terjadi
pada berbagai bidang, khususnya integrasi di bidang sumber ilmu dan klasifikasi
ilmu. Filsafat Islam mengakui, sebagai sumber ilmu, bukan hanya pencerapan
indrawi, tetapi juga persepsi rasional dan pengalaman mistik. Dengan kata lain
menjadikan indera, akal dan hati sebagai sumber-sumber ilmu yang sah. Akibatnya
terjadilah integrasi di bidang klasifikasi ilmu antara metafisika, fisika dan
matematika, dengan berbagai macam divisinya. Demikian juga integrasi terjadi di
bidang metodoogi dan penjelasan ilmiah. Karena itu filsafat Islam tidak hanya
mengakui metode observasi, sebagai metode ilmiah, sebagaimana yang dipahami
secara eksklusif dalam sains modern, tetapi juga metode burhani, untuk meneliti
entitasentitas yang bersifat abstrak, ‘irfani, untuk melakukan persepsi
spiritual dengan menyaksikan (musyahadah) secara langsung entitas-entitas
rohani, yang hanya bisa dianalisa lewat akal, dan terakhir bayani, yaitu sebuah
metode untuk memahami teks-teks suci, seperti al-Qur’an dan Hadits. Oleh karena
itu, filsafat Islam mengakui kebasahan observasi indrawi, nalar rasional,
pengalaman intuitif, dan juga wahyu sebagai sumbersumber yang sah dan penting
bagi ilmu.
Hal ini penting dikemukakan,
mengingat selama ini banyak orang yang setelah menjadi ilmuwan, lalu menolak
filsafat dan tasawuf sebagai tidak bermakna. Atau ada juga yang telah merasa
menjadi filosof, lalu menyangkal keabsahan tasawuf, dengan alasan bahwa tasawuf
bersifat irrasional. Atau ada juga yang telah merasa menjadi Sufi lalu
menganggap tak penting filsafat dan sains. Dalam pandangan filsafat Islam yang
holistik, ketiga bidang tersebut diakui sebagai bidang yang sah, yang tidak
perlu dipertentangkan apa lagi ditolak, karena ketiganya merupakan tiga aspek
dari sebuah kebenaran yang sama. Sangat mungkin bahwa ada seorang yang
sekaligus saintis, filosof dan Sufi, karena sekalipun indera, akal dan hati
bisa dibedakan, tetapi ketiganya terintegrasi dalam sebuah pribadi. Namun,
seandainya kita tidak bisa menjadi sekaligus ketiganya, seyogyanya kita tidak
perlu menolak keabsahan dari masing-masing bidang tersebut, karena dalam
filsafat Islam ketiga unsur tersebut dipandang sama realnya.
2. Peran Filsafat Islam dalam Dunia Modern
a. Menjawab Tantangan Kontemporer
Pada saat ini, dalam pandangan
Beliau (Mulyadhi Kartanegara), umat Islam telah dilanda berbagai persoalah
ilmiah filosofis, yang datang dari pandangan ilmiah-filosofis Barat yang
bersifat sekuler. Berbagai teori ilmiah, dari berbagai bidang, fisika, biologi,
psikologi, dan sosiologi, telah, atas nama metode ilmiah, menyerang
fondasi-fondasi kepercayaan agama. Tuhan tidak dipandang perlu lagi dibawa-bawa
dalam penjelasan ilmiah. Misalnya bagi Laplace (w. 1827), kehadiran Tuhan dalam
pandangan ilmiah hanyalah menempati posisi hipotesa.Dan ia mengatakan, sekarang
saintis tidak memerlukan lagi hipotetsa tersebut, karena alam telah bisa
dijelaskan secara ilmiah tanpa harus merujuk kepada Tuhan. Baginya, bukan Tuhan
yang telah bertanggung jawab atas keteraturan alam, tetapi adalah hukukm alam
itu sendiri. Jadi Tuhan telah diberhentikan sebagai pemelihara dan pengatur
alam. Demikian juga dalam bidang biologi, Tuhan tidak lagi dipandang sebagai
pencipta hewanhewan, karena menurut Darwin (w. 1881), munculnya spesies-spesies
hewan adalah karena mekanisme alam sendiri, yang ia sebut sebagai seleksi
alamiah (natural selection).
Menurutnya hewan-hewan harus
bertransmutasi sendiri agar ia dapat tetap survive, dan tidak ada kaitannya
dengan Tuhan. Ia pernah berkata, “kerang harus menciptakan engselnya sendiri,
kalau ia mau survive, dan tidak karena campur tangan sebuah agen yang cerdas di
luar dirinya. Oleh karena itu dalam pandangan Darwin, Tuhan telah berhenti
menjadi pencipta hewan. Dalam bidang psikologi, Freud (w. 1941) telah memandang
Tuhan sebagai ilusi. Baginya bukan Tuhan yang menciptakan manusia, tetapi
manusialah yang menciptakan Tuhan. Tuhan, sebagai konsep, muncul dalam pikiran
manusia ketika ia tidak sanggup lagi menghadapi tantangan eksternalnya, serti
bencana alam dll., maupun tantangan internalnya, ketergantungan psikologis pada
figur yang lebih dominan. Sedangkan Emil Durkheim, menyatakan bahwa apa yang
kita sebut Tuhan, ternyata adalah Masyarakat itu sendiri yang telah
dipersonifikasikan dari nilai-nilai sosial yang ada.
Dengan demikian jelaslah bahwa,
dalam pandangan sains modern Tuhan tidak memiliki tempat yang spesial, bahkan
lama kelamaan dihapus dari wacana ilmiah. Tantangan yang lain juga terjadi di
bidang lain seperti bidang spiritual, ekonomi, rkologi dll. Tentu saja
tantangan seperti ini tidak boleh kita biarkan tanpa kritik, atau respons
kritis dan kreatif yang dapat dengan baik menjawab tantangan-tantangan tersebut
secara rasional dan elegan, dan tidak semata-mata bersifat dogmatis dan
otoriter. Dan di sinilah beliau melihat bahwa filsafat Islam bisa berperan
sangat aktif dan signifikan.
b. Filsafat sebagai Pendukung Agama
Berbeda dengan yang dikonsepsikan
al-Ghazali, di mana filsafat dipandang sebagai lawan bagi agama, beliau
(Mulyadhi Kartanegara) melihat filsafat bisa kita jadikan sebagai mitra atau
pendukung bagi agama. Dalam keadaan di mana agama mendapat serangan yang gencar
dari sains dan filsafat modern, filsafat Islam bisa bertindak sebagai pembela
atau tameng bagi agama, dengan cara menjawab serangan sains dan filsafat modern
terhadap agama secara filosofis dan rasional. Karena menurut hemat saya
tantangan ilmiah-filosofis harus dijawab juga secara ilmiah-filosofis dan bukan
semata-mata secara dogmatis. Dengan keyakinan bahwa Islam adalah agama yang
menempatkan akal pada posisi yang terhormat, saya yakin bahwa Islam, pada
dasarnya bisa dijelaskan secara rasional dan logis.
Selama ini filsafat dicurigai
sebagai disiplin ilmu yang dapat mengancam agama. Ya, memang betul. Apaalagi
filsafat yang selama ini kita pelajari bukanlah filsafat Islam, melainkan
filsafat Barat yang telah lama tercerabut dari akar-akar metafisiknya. Tetapi
kalau kita betul-betul mempelajari filsafat Islam dan mengarahkannya secara
benar, maka filsafat Islam juga adalah sangat potensial untuk menjadi mitra
filsafat atau bahwan pendukung agama. Di sini filsafat bisa bertindak sebagai
benteng yang melindungi agama dari berbagai ancaman dan serangan
ilmiah-filosofis seperti yang saya deskrisikan di atas.
Serangan terhadap eksistensi Tuhan,
misalnya dapat dijawab dengan berbagai argumen adanya Tuhan yang telah banyak
dikemukakan oleh para filosof Muslim, dari al-Kindi, Ibn Sina, Ibn Rusyd dll.,
seperti yang telah saya jelaskan antara lain dalam buku saya Menembus Batas
Waktu. Serangan terhadap wahyu bisa dijawab oleh berbagai teori pewahyuan yang
telah dikemukakan oleh banyak pemikir Muslim dari al-Ghazali, al-Farabi, Ibn
Sina, Ibn Taymiyyah, Ibn Rusyd, Mulla Shadra dll.
3. Filsafat Islam di Indonesia
a. Masa Lalu
Filsafat Islam belum begitu dikenal
di Indonesia, karena memang filsfat Islam baru diperkenalkan ke publik pada
tahun 70-an oleh almarhum Prof. Dr. Harun Nasution dalam bukunya yang terkenal
Falsafah & Mistisime dalam Islam, yang diterbitkan Bulan Bintang pada tahun
1973. Dalam buku ini pak Harun telah memperkenalkan 6 filosof Muslim yang
terkenal yaitu al-Kindi, al-Razi, al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn Rusyd, setelah
sebelumnya ia membicarakan tentang “Kontak Pertama antara Islam dan ilmu
pengetahuan serta falsafah Yunani.” Dalam buku ini pak Harun dengan singkat
tetapi esensial memperkenalkan biografi dan ajaran para filosof Muslim
tersebut, sehingga para mahasiswa Muslim, khususnya mahasiswa IAIN di seluruh
Indonesia, telah menyadari keberadaan filsafat Islam yang sebelumnya hampir
tidak pernah diperkenalkan kepada mereka. Dan dengan dijadikannya buku tersebut
sebagai buku wajib, maka pak Harun boleh dikata telah berhasil memperkenalkan
filsafat Islam di Indonesia ini.
Tetapi karena buku ini merupakan
satu-satunya buku yang digunakan dalam matakuliah filsafat Islam selama puluhan
tahun, maka timbul kesan yang keliru bahwa seakan filsafat Islam hanya
menghasilkan 6 orang filosof sebagaimana yang diperkenalkan oleh Pak Harun di
atas. Untunglah pada tahun 1987 Pustaka Jaya telah menerbitkan sebuah buku
terjemahan yang bagus dan komprehensif tentang filsafat Islam karangan Majid
Fakhry yang berjudul Sejarah Filsafat Islam, yang diterjemahkan oleh (Mulyadhi
Kartanegara), sehingga dengan demikian sadarlah kita bahwa filsafat Islam telah
melahirkan bukan hanya 6 filosof, sebagaimana yang telah diperkenalkan oleh Pak
harun, tetapi puluhan bahkan mungkin ratusan para filosof yang tidak kalah
hebatnya daripada filosof-filosof yang telah diperkenalkan sebelumnya.
Buku ini menjelaskan filsafat Islam
dari sudut historis, yang meliputi paparan tentang perkembangan filsafat
sebelum Islam, pada masa awal Islam, masa pertengahan dan masa modern. Dan buku
ini telah menikmati posisi yang penting di universitas-universitas Islam, sebagai
buku daras yang tak ada duanya pada saat itu. Mahasiswa Muslim sangat
diuntungkan dengan kehadiran karya terjemahan ini, karena ia telah banyak
mengubah persepsi yang keliru tentang filsafat Islam dari sudut lingkup,
rentangan waktu, ajaran dll. Dengan buku ini pula kita menjadi sadar bahwa
ternyata filsafat Islam tidak berhenti pada Ibn Rusyd sebagaimana dikesankan
setelah membaca buku pak harun, tetapi terus hidup dan berlangsung hingga saat
ini.
b. Masa Kini
Yang di maksud dengan masa kini,
adalah kurang lebih periode sepuluh tahun terkahir dari sekarang. Pada saat ini
kita telah menikmati banyak informasi tentang filsafat Islam. Diterjemahkannya
buku yang diedit oleh M.M. Syarif yang berjudul, History of Muslim Philosophy
secara parsial ke dalam bahasa Indonesia telah memperkaya khazanah filsafat
Islam di Indonesia. Tetapi tambahan informasi yang sangat signifikan terjedi
setelah penerbit Mizan menerjemahkan karya besar dalam sejarah filsafat Islam
yang diedit oleh Nasr dan Oliver Leaman, yang berjudul A History of Islamic
Philosophy ke dalam bahasa Indonesia, dengan judul Ensiklopedia Filsafat Islam
(dua jilid). Berbagai karya filosofis yang lebih spesifik (misalnya yang
membahas tentang pemikiran para filosof tertentu) juga telah diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia, seperti The Philosophy of Mulla Sadra yang ditulis oleh
Fazlur Rahman, yang membahas beberapa aspek dari pemikiran Mulla Shadra, atau
Knowledge and Illumination, karangan Hussein Ziai, yang membicarakan secara
khusus filsafat iluminasi Suhrawardi. Namun sejauh ini, informasi ini lebih
bersandar pada terjemahan dari karya asing, dan bukan karangan sarjana Muslim
Indonesia sendiri.
Sedikit sekali karya filsafat Islam
yang ditulis oleh para penulis negeri ini. Ada misalnya buku 5 tentang
Suhrawardi yang ditulis oleh sdr Amroeni, khususnya kritik Suhrawardi terhadap
filsafat peripatetik,atau yang ditulis oleh M. Iqbal tentang Ibn Rusyd, sebagai
bapak rasionalisme. Namun tulisan-tulisan tersebut masih bersifat studi tokoh,
dan pada dasarnya diadaptasi dari sebuah tesis atau disertasi. Tidak banyak
penulis Muslim Indonesia yang menulis buku pengantar terhadap filsafat Islam
yang bersifat independen, kecuali pak Haidar Bagir dengan Buku Saku Filsafat
Islam-nya, dan beliau (Mulyadhi Kartanegara) sendiri dengan Gerbang
Kearifan-nya.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dunia Islam telah berhasil membentuk
suatu filsafat yang sesuai dengan prinsip-prinsip agama dan keadaan masyarakat
Islam sendiri. Nama Al-Kindi adalah merupakan nama yang diambil dari nama
sebuah suku, yaitu : Banu Kindah. Banu Kindah adalah suku keturunan Kindah,
yang berlokasi di daerah selatan Jazirah Arab dan mereka ini mempunyai
kebudayaan yang tinggi.
Mengenai filsafat dan agama,
Al-Kindi berusaha mempertemukan amtara kedua hal ini; Filsafat dan agama.
Al-Kindi berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu tentang kebenaran atau ilmu
yang paling mulia dan paling tinggi martabatnya. Dan agama juga merupakan ilmu
mengenai kebenaran, akan tetapi keduanya memiliki perbedaan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, Bulan Bintang, Jakarta :
1996
Sudarsono, Ilmu Filsafat – Suatu Pengantar, Rineka Cipta, Jakarta :
2001
Mulyadhi Kartanegara, Masa Depan Filsafat Islam “antara cita dan fakta”..Sebuah
Paper
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda menyelamatkan kami :)