BAB I
PENDAHULUAN
Islam
adalah agam kesatuan dijagat raya ini. Kesatuannya terdiri dari berbagai
macam-macam unsur, dari barang yang paling kecil sehingga makhluk yang paling
rumit kehidupannya. Oleh sebab itu tidak ada pertentangan atau keraguan mengenai
asal yang ada ini atau hukum-hukum alam yang pokok.
Tak
ada pembatas antara kehendak Pencipta dengan ciptaannya, dan juga tidak ada
pengulangan ciptaan, hanya kehendak itu saja, dan sejak awal penciptaan, jagat
raya ini, ia tetap teratur, lancar dan berimbang. Maka, terjadilah keserasian,
gerak, kerjasama, persamaan bentuk dan hukum dasar. Kehidupan ini tidaklah
begitu saja. Jagat raya dan hukum-hukumannya telah ditetapkan lebih dahulu, dan
direncanakan dengan matang agar memungkinkan adanya kehidupan, menyediakan
segala kebutuhannya dan kemungkinan-kemungkinan pembaharuan.
Bahkan
langit dirancang untuk membantu mengembangkan kehidupan itu sendiri. Dengan
menetapkan asal manusia yang satu, kemudian menekankan bahwa setiap pribadi
mempunyai sifat-sifat yang serupa, Islam menolak dengan keras pengkotak-kotak
atau diskriminasi. Dalam islam, perdamaian itu aturan, sedangkan perang adalah
pengecualian. Damai muncul sebagai pendahulu prinsip kerukunan. Damai berarti
kerukunan sejagat, undang-undang kehidupan serta asal manusia, sedangkan perang
muncul sebagai pelanggaran kerukunan tersebut, seperti ketidakadilan,
kesewenang-wenangan, korupsi dan kecurangan. Keadilan yang harus dirasakan oleh
seluruh aspek makhluk hidup dari yang terlemah sekalipun sampai yeng terkuat
sekalipun, bukankah tidak berguna seseorang bila ia tidak menjadi manfaat bagi
sekelilingnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. ZAKAT
DAN KEADILAN SOSIAL DALAM ISLAM
1. Zakat
Zakat
berasal bahasa Arab, zaka. Secara bahasa, zakat berarti suci, baik, tumbuh,
berkembang, subur, atau bertambah. Dalam beberapa ayat Al Qur'an misalnya,
Allah berfirman:
“Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (Q.S. At-Taubah, 103)
Ayat
tersebut menunjukkan bahwa zakat adalah menyucikan. Di tempat lain, zakat juga
dapat berarti melipatgandakan (tumbuh dan berkembang). Allah berfirman dalam
Surat Ar-Rum ayat 39:
“Dan
sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka
(yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).”
Zakat
adalah rukun Islam ketiga setelah syahadat dan sholat. Sebagai rukun, zakat
berarti kewajiban bagi setiap Muslim. Namun, berbeda dengan sholat maupun
puasa, zakat adalah ibadah yang berkaitan dengan harta benda. Hal itu berarti
bahwa yang memiliki kewajiban adalah mereka yang memiliki kecukupan harta
benda.
Bagi
mereka yang tidak memiliki cukup harta benda, tidak ada kewajiban bagi mereka.
Oleh karena itulah, secara istilah, zakat didefinisikan sebagai pengambilan
tertentu dari harta tertentu, menurut sifat-sifat tertentu, dan untuk diberikan
kepada golongan tertentu.
Dalam
zakat dikenal istilah muzakki, yaitu orang yang memiliki kewajiban zakat; dan
mustahik, yaitu orang yang berhak menerima zakat. Adapun yang mengelola disebut
amil.
اَلْيَمَنِ
إِلَى عنه اَللَّهُ رضي مُعَاذًا بَعَثَ وسلم عليه اَللَّهُ صلى اَلنَّبِيَّ
أَنَّ:عَنْهُمَا اَللَّهُ رَضِيَ عَبَّاسٍ اِبْنِ عَنِ
فُقَرَائِهِمْ
فِي فَتُرَدُّ أَغْنِيَائِهِمْ مِنْ تُؤْخَذُ,أَمْوَالِهِمْ فِي صَدَقَةً
عَلَيْهِمْ اِفْتَرَضَ قَدِ اَللَّهَ أَنَّ:وَفِيهِ اَلْحَدِيثَ فَذَكَرَ
لِلْبُخَارِيّ
وَاللَّفْظُ عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ
Dari Ibnu Abbas RA, bahwa Nabi
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengutus Mu'adz ke negeri Yaman --ia meneruskan
hadits itu-- dan di dalamnya (beliau bersabda): "Sesungguhnya Allah telah
mewajibkan mereka zakat dari harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya di
antara mereka dan dibagikan kepada orang-orang fakir di antara mereka."
Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Bukhari.
Hadis tersebut memberi petunjuk
bahwa zakat diambil dari orang-orang kaya dan dibagikan kepada orang-orang
faqir/miskin. Perlu dijelaskan bahwa fuqoro' disini lebih merujuk kepada
orang-orang yang membutuhkan. Dalam Al Qur'an Surat At Taubah ayat 60
disebutkan bahwa yang berhak menerima zakat adalah 8 golongan, sebagaimana yang
akan dijelaskan pada pembahasan berikutnya.
2. Keadilan
Sosial Dalam Islam
Dewasa
ini kondisi internasional dan domestik di beberapa negara Timur Tengah
menimbulkan aktivisme Islam yang bertambah nyata atau, sering disebut,
kebangkitan Islam. Studi ini akan menyoroti hubungan antara harapan-harapan
masyarakat muslim yang didasarkan pada agama (the religion-based expectations)
dan manifestasi-manifestasi aktivisme Islam yang ada sekarang ini. Sebagai
sebuah pedoman mengenai gagasan dasar keadilan sosial dalam Islam dan untuk
menolong pembaca dalam memahami harapan-harapan masyarakat muslim yang
didasarkan pada agama (the religion-based expectations) studi ini akan
menggunakan jurisprudensi Islam (fiqh).
Sebutan
paling sering bagi negara Islam (Islamic state) adalah Syari'ah (hukum Islam
yang sangat penting untuk menentukan legitimasi dan jastifikasi pemerintahan
Islam. Beberapa tema idiologis dalam jurisprudensi Islam mengajarkan banyak hal
yang berkaitan dengan pemerintahan; namun, studi ini akan menganalisis sebuah
tambahan dari sumber hukum Islam, yakni, maqasid al Syari'ah (tujuan-tujuan
dari Syari'ah).
Ada
empat sumber hukum dalam Syari'ah: al-Qur'an, Hadist dan Sunnah, Ijma
(kesepakatan fuqaha/mufti dalam keputusan) dan qiyas (silogisme). Sumber hukum,
khususnya yang terakhir, menggunakan akal-pikiran manusia. (ini bukan berarti
menganggap bahwa tiga yang lainnya tidak mengunakan akal-pikiran manusia;
tetapi, secara relatif dikatakan bahwa qiyas adalah sumber hukum yang
membutuhkan deduksi dan rujukan kemanusiaan). Qiyas sebagai satu sumber hukum
telah menghasilkan gagasan-gagasan seperti ijtihad dan ra'i dalam formasi
Syari'ah. Sebagai sumber hukum qiyas dan penggunaannya menyediakan perdebatan yang
hidup di antara para fuqaha dalam seluruh sejarah Islam. Diantara pengunaan
yang sama adalah konsep maqasid al Syari'ah, yang menyediakan teori dasar bagi
studi aktivisme Islam dalam penelitian ini.
Studi
saya menguji anggapan bahwa, dalam masyarakat Islam, aktivisme Islam adalah
sebuah fungsi dari tingkat di mana pelaksanaan Negara dijatuhkan pada semacam
prinsip keadilan keadilan sosial Islam sebagaimana diwujudkan dalam maqosid.
Dalam bab terakhir mengandung studi kasus yang ditunjukan untuk menjelaskan
garis utama (broadline) dari gerakan yang sama dan untuk menunjukan bagaimana
masyarakat muslim dapat berubah di bawah pengaruhnya.
Di
beberapa negara muslim, aktivisme Islam adalah penomena sosial yang mendapatkan
penerimaan di tengah-tengah masyarakat. Namun, ketegangan antara kaum elit
sekuler dan kaum aktivisme Islam tetap ada, dan dalam studi kasus akan menjelaskan
lebih lanjut ketegangan ini. Walaupun ada perbedaan opini dalam aturan-aturan
kenegaraan, penelitian harus menguji bagaimana dukungan yang besar bagi
aktivisme Islam dan apakah ketenarannya itu dikaitkan pada kegagalan negara
dalam memenuhi kebutuhan rakyat dan keluhan-keluhan yang disampaikannya.
Aktivisme Islam termasuk semua tingkat perbedaan dan naungannya dalam aktivisme
politik, demontrasi-demontrasi tanpa kekerasan untuk mencoba dalam kehudupan publik
pigur (on public pigure'lives), dan juga ancaman kepentingan Barat
dimasing-masing negara akan diuji.
Konsep
penting lainnya dalam penelitian saya adalah keadilan social dalam Islam.
Keadilan sosial dalam Islam, sebagaimana telah disebut di awal, adalah
penjelmaan dari Syari'ah. Kebiasaan dan aturan Syari'ah adalah sesuatu yang
diturunkan dari al-Qur'an dan Sunnah (perkataan dan perbuatan nabi). Ruh dari
Syari'ah akan dijelaskan lebih lanjut oleh sejumlah fuqaha (sarjana hukum
Islam). Penjajakan dari esensi Syari'ah telah memunculkan banyak sarjana yang
percaya bahwa beberapa hak dan kebutuhan dasar harus dilindungi oleh
undang-undang. Hak-hak dan kebutuhan dasar ini telah dikumpulkan dan
dikembangkan lebih lanjut oleh sejumlah sarjana muslim. Namun studi saya ini
berfokus pada aturan dari maqosid dalam menjelaskan aktivisme Islam. Oleh karena
itu, prestasi negara akan diukur oleh kemampuannya dalam melindungi
ajaran-ajaran dari maqosid. Preposisi dasarnya adalah bahwa aktivisme Islam adalah
sebuah fungsi dari prestasi negara yang sesuai dengan tujuan-tujuan Syari'ah,
dan itu adalah maqosid.
Sebuah
tinjauan dari literatur ilmu sosial Barat menunjukan bahwa ada tiga pendeketan
teoritis yang berhubungan dengan analisis aktivisme sekarang ini:
modernisasi/pembangunan ekonomi, studi kebudayaan, dan ketidakpuasan umum
discontent popular/mobilisasi massa. Meskipun pendekatan-pendekatan itu saling
melengkapi, dari tujuan menganalisis dan mengkaji ulang berbagai literatur,
saya akan mengkarakterisasi masing-masing pendekatan itu dengan merujuk pada
elemen-elemen khsusus yang memisahkannya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Zakat
berasal bahasa Arab, zaka. Secara bahasa, zakat berarti suci, baik, tumbuh,
berkembang, subur, atau bertambah.
Keadilan
sosial dalam Islam adalah penjelmaan dari Syari'ah. Ada empat sumber hukum
dalam Syari'ah: al-Qur'an, Hadist dan Sunnah, Ijma (kesepakatan fuqaha/mufti
dalam keputusan) dan qiyas (silogisme).
DAFTAR PUSTAKA
There are three theoretical approaches related to the current analysis of activism: economic development, cultural studies, and general discontent popular.
BalasHapus