BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Komunikasi merupakan akibat yang lebih
jauh dari ekspresi diri. Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita
tidak diterima atau dipahami oleh orang lain. Dengan komunikasi pula kita
mempelajari dan mewarisi semua yang pernah dicapai oleh nenek moyang kita,
serta apa yang dicapai oleh orang-orang yang sezaman dengan kita.
Bahasa sebagai alat ekspresi diri dan
sebagai alat komunikasi sekaligus pula merupakan alat untuk menunjukkan
identitas diri. Melalui bahasa, kita dapat menunjukkan sudut pandang kita,
pemahaman kita atas suatu hal, asal usul bangsa dan negara kita, pendidikan kita,
bahkan sifat kita. Bahasa menjadi cermin diri kita, baik sebagai bangsa maupun
sebagai diri sendiri.
Sedangkan
fungsi Bahasa yang baik dan benar itu memiliki empat fungsi :
(1) fungsi
pemersatu kebhinnekaan rumpun dalam bahasa dengan mengatasi batas-batas kedaerahan;
(2) fungsi
penanda kepribadian yang menyatakan identitas bangsa dalam pergaulan dengan
bangsa lain;
(3) fungsi
pembawa kewibawaan karena berpendidikan dan yang terpelajar; dan
(4) fungsi
sebagai kerangka acuan tentang tepat tidaknya dan betul tidaknya pemakaian
bahasa.
1.2 Rumusan
Dari
beberapa fungsi bahasa Indonesia diatas, penulis akan mencoba membahas tentang
fungsi Bahasa Indonesia Sebagai pembawa Kewibawaan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Bahasa Indonesia Sebagai Pembawa Kewibawaan
2.1.1 Apakah Bahasa
Mempengaruhi Perilaku manusia
Menurut Sabriani (1963), mempertanyakan bahwa
apakah bahasa mempengaruhi perilaku manusia atau tidak? Sebenarnya ada variabel
lain yang berada diantara variabel bahasa dan perilaku. Variabel tersebut
adalah variabel realita. Jika hal ini benar, maka terbukalah peluang bahwa
belum tentu bahasa yang mempengaruhi perilaku manusia, bisa jadi realita atau
keduanya.
Kehadiran realita dan hubungannya dengan
variabel lain, yakni bahasa dan perilaku, perlu dibuktikan kebenarannya. Selain
itu, perlu juga dicermati bahwa istilah perilaku menyiratkan penutur. Istilah
perilaku merujuk ke perilaku penutur bahasa, yang dalam artian komunikasi
mencakup pendengar, pembaca, pembicara, dan penulis.
a. Bahasa dan Realita
Fodor (1974) mengatakan bahwa bahasa adalah sistem simbol dan
tanda. Yang dimaksud dengan sistem simbol adalah hubungan simbol dengan makna
yang bersifat konvensional. Sedangkan yang dimaksud dengan sistem tanda adalah
bahwa hubungan tanda dan makna bukan konvensional tetapi ditentukan oleh sifat
atau ciri tertentu yang dimiliki benda atau situasi yang dimaksud. Dalam bahasa
Indonesia kata cecak memiliki hubungan kausal dengan referennya atau
binatangnya. Artinya, binatang itu disebut cecak karena suaranya kedengaran
seperti cak-cak-cak. Oleh karena itu kata cecak disebut tanda bukan simbol.
Lebih lanjut Fodor mengatakan bahwa problema bahasa adalah problema makna.
Sebenarnya, tidak semua ahli bahasa membedakan antara simbol dan tanda.
Richards (1985) menyebut kata table sebagai tanda meskipun tidak ada
hubungan kausal antara objek (benda) yang dilambangkan kata itu dengan kata table.
Dari uraian di atas dapat ditangkap bahwa salah satu cara
mengungkapkan makna adalah dengan bahasa, dan masih banyak cara yang lain yang
dapat dipergunakan. Namun sejauh ini, apa makna dari makna, atau apa yang
dimaksud dengan makna belum jelas. Bolinger (1981) menyatakan bahwa bahasa
memiliki sistem fonem, yang terbentuk dari distinctive features bunyi,
sistem morfem dan sintaksis. Untuk mengungkapkan makna bahasa harus berhubungan
dengan dunia luar. Yang dimaksud dengan dunia luar adalah dunia di luar bahasa
termasuk dunia dalam diri penutur bahasa. Dunia dalam pengertian seperti inilah
disebut realita.
Penjelasan Bolinger (1981) tersebut menunjukkan bahwa makna
adalah hubungan antara realita dan bahasa. Sementara realita mencakup segala
sesuatu yang berada di luar bahasa. Realita itu mungkin terwujud dalam bentuk
abstraksi bahasa, karena tidak ada bahasa tanpa makna. Sementara makna adalah
hasil hubungan bahasa dan realita.
b. Bahasa dan Perilaku
Seperti yang telah diuraikan di atas, dalam bahasa selalu
tersirat realita. Sementara perilaku selalu merujuk pada pelaku komunikasi.
Komunikasi bisa terjadi jika proses decoding dan encoding
berjalan dengan baik. Kedua proses ini dapat berjalan dengan baik jika baik encoder
maupun decoder sama-sama memiliki pengetahuan dunia dan pengetahuan
bahasa yang sama. (Omaggio, 1986).
Dengan memakai pengertian yang diberikan oleh Bolinger(1981)
tentang realita, pengetahuan dunia dapat diartikan identik dengan pengetahuan
realita. Bagaimana manusia memperoleh bahasa dapat dijelaskan dengan
teori-teori pemerolehan bahasa. Sedangkan pemerolehan pengetahuan dunia
(realita) atau proses penghubungan bahasa dan realita pada prinsipnya sama,
yakni manusia memperoleh representasi mental realita melalui pengalaman
yang langsung atau melalui pemberitahuan orang lain. Misalnya seseorang
menyaksikan sebuah kecelakaan terjadi, orang tersebut akan memiliki representasi
mental tentang kecelakaan tersebut dari orang yang langsung menyaksikannya
juga akan membentuk representasi mental tentang kecelakaan tadi. Hanya
saja terjadi perbedaan representasi mental pada kedua orang itu.
2.2 Bahasa Indonesia Yang Baik dan Benar
Bahasa bukan sekedar alat komunikasi, bahasa itu
bersistem. Oleh karena itu, berbahasa bukan sekedar berkomunikasi, berbahasa
perlu menaati kaidah atau aturan bahasa yang berlaku.
Ungkapan “Gunakanlah Bahasa Indonesia dengan baik dan benar.”
Kita tentu sudah sering mendengar dan membaca ungkapan tersebut.
Permasalahannya adalah pengertian apa yang terbentuk dalam benak kita ketika
mendengar ungkapan tersebut? Apakah sebenarnya ungkapan itu?
a.
Bahasa
yang Baik
Penggunaan bahasa dengan baik menekankan aspek komunikatif
bahasa. Hal itu berarti bahwa kita harus memperhatikan sasaran bahasa kita.
Kita harus memperhatikan kepada siapa kita akan menyampaikan bahasa kita. Oleh
sebab itu, unsur umur, pendidikan, agama, status sosial, lingkungan sosial, dan
sudut pandang khalayak sasaran kita tidak boleh kita abaikan.
Cara kita berbahasa kepada anak kecil dengan cara kita berbahasa kepada orang
dewasa tentu berbeda. Penggunaan bahasa untuk lingkungan yang berpendidikan
tinggi dan berpendidikan rendah tentu tidak dapat disamakan. Kita tidak dapat
menyampaikan pengertian mengenai jembatan, misalnya, dengan bahasa yang
sama kepada seorang anak SD dan kepada orang dewasa. Selain umur yang berbeda,
daya serap seorang anak dengan orang dewasa tentu jauh berbeda.
b.
Bahasa
yang Benar
Bahasa yang benar berkaitan dengan aspek kaidah, yakni
peraturan bahasa. Berkaitan dengan peraturan bahasa, ada empat hal yang harus
diperhatikan, yaitu masalah tata bahasa, pilihan kata, tanda baca, dan ejaan.
Pengetahuan atas tata bahasa dan pilihan kata, harus dimiliki dalam
penggunaan bahasa lisan dan tulis. Pengetahuan atas tanda baca dan ejaan harus
dimiliki dalam penggunaan bahasa tulis. Tanpa pengetahuan tata bahasa yang
memadai, kita akan mengalami kesulitan dalam bermain dengan bahasa.
Berbahasa dengan baik dan benar tidak hanya menekankan
kebenaran dalam hal tata bahasa, melainkan juga memperhatikan aspek
komunikatif. Bahasa yang komunikatif tidak selalu hanus merupakan bahasa
standar. Sebaliknya, penggunaan bahasa standar tidak selalu berarti bahwa
bahasa itu baik dan benar. Sebaiknya, kita menggunakan ragam bahasa yang serasi
dengan sasarannya dan disamping itu mengikuti kaidah bahasa yang benar (Alwi
dkk., 1998: 21)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bahasa Indonesia adalah
bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa
Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia,
tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi.
Bahasa Indonesia itu sendiri merupaka bahasa pokok warga Negara Indonesia.
Bahasa yang baik dan benar itu
memiliki empat fungsi :
(1)
fungsi pemersatu kebhinnekaan rumpun
dalam bahasa dengan mengatasi batas-batas kedaerahan;
(2)
fungsi penanda kepribadian yang
menyatakan identitas bangsa dalam pergaulan dengan bangsa lain;
(3)
fungsi pembawa kewibawaan karena
berpendidikan dan yang terpelajar; dan
(4)
fungsi sebagai kerangka acuan tentang
tepat tidaknya dan betul tidaknya pemakaian bahasa.
3.2
Saran
Berbahasalah yang baik dan benar karena
dengan berbahasa kita dapat sifat dan sikap kita juga akan tercipta. Demi
menuju kesempurnaan makalah ini diharapkan adanya kritikan maupun saran yang
berisfat membangun dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Communication is a further consequence of self-expression. It will not be perfect if our self-expression is not accepted or understood by others.
BalasHapusLanguage helps us to express our thoughts and show what is happening in our brain right now and what we need to do.
BalasHapus